Sabtu, 10 April 2010

PRESS RELEASE


Berikut ini adalah press-release dari kami yang merupakan ungkapan & tuntutan dari pensiunan IIP yang kami sampaikan di LBH Jakarta:

1.Kami adalah pensiunan/janda-duda pensiunan Pegawai Negeri Sipil di Institut Ilmu Pemerintahan (IIP) di Cilandak, Jakarta, yang selama ini telah mengabdikan diri kepada Negara Indonesia. Dimana, memasuki masa tua, kami harus mengalami kecemasan dan ketidaktenangan akibat intimidasi dan ancaman pengosongan paksa terhadap rumah yang kami huni oleh Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Kemendagri.

2. Alasan pengosongan paksa selalu disebutkan sebagai tindak lanjut dari hasil Pemeriksaan BPK tahun 2006, yang antara lain menyebutkan bahwa penghuni tidak mempunyai itikad baik untuk mengembalikan rumah dinas kepada Kementerian Dalam Negeri. Sayangnya proses pemeriksaan BPK tidak sesusi dengan peraturan BPK-RI No.1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yang antara lain menyatakan bahwa tanggung jawab pemeriksa dalam menyusun laporan hasil pemeriksaan harus melalui proses konfirmasi. BPK memang melakukan Proses konfirmasi dalam pemeriksaan terkait Penghunian Rumah Dinas Pusdiklat Kementerian Dalam Negeri Regional Bandung di Jln. Karang Tinggal No. 16 Sukajadi Bandung (halaman 19-23 tentang “4). Sebaliknya terhadap rumah di IIP tidak pernah dikonfirmasikan kepada penghuni sebagaimana diatur dalam peraturan BPK-RI di atas. Akibatnya terjadi “kesalahpahaman para pengguna laporan hasil pemeriksaan” (hal. 17 butir 25). Dengan demikian, hasil pemeriksaan BPK terhadap pengosongan rumah IIP/IPDN tidak akurat dan tidak dapat dijadikan bahan acuan sampai dilakukan proses pemeriksaan oleh BPK dengan prosedur yang benar sebagaimana diatur dalam peraturan BPK-RI No.1 tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara.

3. Pernyataan Inspektur Wilayah I Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri, Saudara Soecahyo, seperti dikutip dalam situs Okezone yang menyatakan bahwa : ”Warga pensiunan IIP/IPDN sudah dikasih uang”. Hal ini tidak benar sama sekali atau BOHONG besar. Bagaimana seorang pejabat/inspektur/eselon II di Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri berbicara tanpa berdukung fakta, data dan tanpa konfirmasi.
Sehingga, membuat KEBOHONGAN PUBLIK. Yang benar adalah warga pensiunan IIP pernah ditawari uang pindah yang besarnya Rp 2 juta s.d 10 juta namun kami menolaknya karena pemberian kompensasi tersebut tidak memiliki dasar hukum.

4. Terhadap isu yang berkembang bahwa pengosongan paksa yang dilakukan oleh pihak IPDN berdasarkan putusan MA, yang menyatakan warga pensiunan IIP/IPDN telah kalah dan harus dieksekusi, adalah TIDAK BENAR, karena permasalahan ini belum memasuki proses pengadilan sama sekali.

5. Aksi pengosongan rumah IIP seharusnya adalah urusan Kementerian Dalam Negeri tidak perlu melibatkan pihak ketiga yang tidak berkepentingan sama sekali. Namun untuk kepentingan pengosongan rumah di IIP pihak IPDN bahkan tidak segan untuk menggunakan preman bayaran sebanyak 24 orang yang dibayar sebesar Rp 100,000,- perorang sebagaimana disaksikan, didengar dan disampaikan proses negosiasinya oleh warga kami. Dengan dalih sebagai tenaga angkut barang, preman bayaran akan mengunakan strategi dengan menyusup dalam kegiatan yang dilakukan warga untuk kemudian melakukan tindakan provokatif guna memancing terjadinya tindak kekerasan yang berujung pada kekacauan.

6. Perlakuan diskriminasi secara hukum terhadap kami warga pensiunan IIP:

a. Rumah-rumah negara di Kompleks Perumahan Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat dan Desa, Kementerian Dalam Negeri, Pasar Minggu, juga awalnya menyatu dengan kantor. Secara fisik, perubahan golongan rumah ini dilakukan Departemen Dalam Negeri dengan pembuatan pagar yang memisahkan gedung perkantoran Komplek

b. Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa dengan rumah-rumah negara yang ada di sekelilingnya. Selain menyertakan bukti photo-photo, surat kami tanggal 10 November 2003 ini juga menyertakan Surat Kepala Biro Perlengkapan, Departemen Dalam Negeri No. 988/PERL/XI/’86, perihal: Proses Perubahan Status Rumah Golongan II menjadi Golongan III, dan No. 724/Perl/VIII/1987, perihal: Pemberitahuan, yang merupakan bukti dari perubahan status rumah negara dari rumah Golongan II menjadi Golongan III, sehingga memungkinkan rumah-rumah tersebut dialihkan kepemilikannya kepada penghuni. Menurut PP no.40 tahun 1994 yang telah dirubah pada PP no.31 tahun 2005, definisi status Rumah Negara di Komplek Direktorat Jendral Pemberdayaan Masyarakat Dan Desa adalah sama dengan kondisi perumaha di Komplek Institut Pemerintahan Dalam Negeri.

c. Besarnya gaji & tunjangan yang diterima oleh para pensiunan/janda IIP/IPDN semasa bekerja tidak cukup untuk membeli rumah. Sehingga, apabila saat pensiunan/janda-dudanya harus mengosongkan rumah yang dihuni maka mereka tidak memiliki tempat tinggal.

7. Kemarin, tanggal 9 April 2010, atas permintaan KOMNAS HAM kami telah menyampaikan surat permintaan mediasi untuk berdialog dengan Mendagri.

8. Kami menuntut penyelesaian masalah secara menyeluruh yang didasarkan pada ketentuan perundangan-undangan yang berlaku yang melibatkan KPK, BPK, KOMNAS HAM dan LBH.

Sabtu, 10 April 2010. Kantor LBH Jakarta, Jl. Diponegoro 74

Tidak ada komentar:

Posting Komentar