Minggu, 18 April 2010

Tragedi Priuk....Pentingnya Pengendalian Diri


Jika melihat tayangan mengenai keributan di makam mbah Priuk kemarin maka yang terasa hanyalah kengerian yang amat sangat. Bagaimana tidak ngeri ? Hal serupa dapat saja terjadi pada saat akan dilakukan eksekusi rumah di kompleks IPDN, jl. Ampera, Jakarta, Kamis, 8 April 2010 yang baru lalu. Terbayang betapa dekatnya jarak antara aparat Satpol PP, polisi, aparat IPDN dan para preman dengan para pensiunan di kompleks yang tak lain adalah orang-orang terkasih. Walaupun perasaan takut itu sebenarnya tidak beralasan, karena kasus makam priuk dan kasus kompleks IPDN sangatlah berbeda dan tidak bisa diperbandingkan.

Di balik rasa ngeri tentu saja terbersit rasa syukur yang amat dalam bahwa kejadian serupa tidak harus terjadi di kompleks IPDN. Bersyukur karena aparat satpol pp, polisi, aparat IPDN dan para preman berhasil mengendalikan diri untuk tidak membabi buta melakukan pengosongan lahan. Bersyukur karena para pensiunan dan keluarga yang berjaga-jaga di garis depan dapat menahan diri untuk tidak terpancing dengan aksi intimidasi dan provokasi. Seruan-seruan untuk memakai otak dan bukan otot, serta himbauan untuk tidak mudah terprovokasi oleh siapapun ikut mendinginkan banyak hati yang panas saat itu.

Dalam keadaan mendesak, baru terasa pentingnya pengendalian atau penguasaan diri. Tentu saja tidak mudah memiliki pengendalian diri yang baik di tengah-tengah situasi memanas seperti itu. Apalagi rasa cemas, kecewa, kesal dan amarah sedang memuncak akibat tekanan psikologis dari para aparat yang hendak menunjukkan kuasanya. Namun sekali lagi, syukurlah kedua belah pihak mampu menahan egonya. Sehingga eskalasi emosi yang sempat memuncak dapat diredakan sekaligus menghindarkan munculnya aksi anarkis yang dapat merugikan kedua belah pihak.

Peristiwa itu memang sudah lewat. Kecemasan juga sudah semakin mereda. Namun detik demi detik yang terjadi pada hari itu tidak akan terlupakan oleh semua warga kompleks IPDN. Semoga apa yang terjadi pada saat itu juga dapat meninggalkan jejak hikmah bagi aparat yang tengah bertugas. Bahwa menyelesaikan masalah tidaklah selalu harus memakai otot. Jika hati nurani dan otak dapat dipakai untuk mencapai mufakat bersama, mengapa harus mengerdilkan diri dengan mengandalkan kekuatan fisik semata. Salam damai bapak-bapak aparat yang sedang bertugas dimana saja.

Author: Esthi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar