Kendati hanya enam pensiunan yang menerima surat perihal pengosongan rumah dinas, akan tetapi sudah pasti juga meresahkan 17 pensiunan lainnya. Sebab, pengosongan paksa yang dilakukan tim IPDN dengan melibatkan pihak luar seperti Satpol PP, Kepolisian, Koramil, dan juga preman bayaran serta ormas FBR (Forum Betawi Rempug), mereka nilai hanya satu tahapan sebelum semua pensiunan akhirnya juga dikosongkan paksa.
Tak pelak, malam itu juga paguyuban pensiunan IIP langsung mengadakan rapat mengantisipasi pengosongan paksa. Dan, sudah pasti, anak-anak mereka juga terlibat di dalamnya. Karena memang sangat tidak mungkin lagi bagi para pensiun yang berusia di atas 65 tahun itu bergerak sendiri. “Tentu saja, kami sebagai anak-anaknya yang harus bergerak membantu orang tua kami,” kata Malkan, putra sulung Ny Fauzi Ridwan. Malkan menambahkan, secara pribadi, dia sudah meminta ibunya untuk pindah dan meninggalkan rumah dinas yang telah ditempatinya lebih dari 30 tahun ini. Namun, ibunya bersikukuh tidak mau pindah. Alasan ibunya, dia memiliki hak untuk menempati rumah dinas sampai wafat. “Karena dasar itulah, kewajiban kami sebagai anak-anaknya turun membantu memperjuangkan hak orang tua kami,” jelasnya. Malkan menepis anggapan dipertahankannya rumah dinas ini karena kepentingan dari anak-anak pensiunan. “Tidak benar anggapan seperti itu. Ini sungguh kemauan orang tua-orang tua kami. Bukan anak-anaknya,” tegas Malkan.
Seperti juga terlihat pada aksi pengosongan 8 April lalu, para pensiunan IIP itu sendiri yang turun menghadang truk IPDN masuk ke dalam komplek. Putra-putri atau anak-anak dari para pensiunan hanya mendampingi, membantu, dan memberi dukungan atas perjuangan mereka.
Author: Ipal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar